Kisah Hikmah tentang Keyakinan
Pada masa awal perkembangan Islam, para pemuka yang leluhur mereka menyembah patung atau api mulai mempertanyakan kebiasaan leluhur mereka ini. Ada dua orang kakak beradik penyembah api yang juga merasakan hal ini. Salah seorang dari mereka mengusulkan untuk menaruh tangan mereka ke dalam api. Jika tangan mereka terbakar, berarti mereka harus berhenti menyembah api dan memeluk Islam. Maka, mereka pun memohon kepada api, meminta kepada sesembahan leluhur mereka itu agar tidak membakar mereka. Namun, begitu mereka menaruh tangan ke dalam api, mereka terbakar.
Sang kakak mengatakan bahwa ia akan mempelajari Islam. Adiknya memilih mundur, mengaku belum siap meninggalkan agama warisan budaya bangsanya yang merupakan agama leluhur mereka.
Lalu pergilah sang kakak ke masjid terdekat. Dia begitu terpesona melihat semua orang shalat berjamaah tanpa ada perbedaan kelas maupun kasta. Budak berdiri di sisi mereka yang kaya dan berkuasa. Kaya dan miskin berdampingan. Hati si penyembah api itu pun tergerak oleh kebenaran ayat-ayat suci yang dibacakan dan penjelasan tentang Tuhan yang disampaikan oleh guru. Ketika shalat berjamaah telah selesai, ia berdiri untuk menyatakan niatnya memeluk Islam. Para jemaah yang hadir tersentuh dan berbahagia dengan kejujurannya. Karena tampak jelas dia seorang miskin, beberapa saudara seiman yang hadir di sana menawarinya pinjaman uang dan pekerjaan. Ia menampik semua tawaran tersebut dengan mengatakan bahwa Allah selama ini yang telah menolongnya bahkan sejak dia belum memeluk Islam, dan kini saat dia telah memiliki keyakinan, tentu dia dapat melanjutkan kebergantungannya hanya kepada Allah.
Pria itu pulang ke rumah, lalu memberi tahu istrinya mengenai semua kejadian tersebut. Istrinya begitu gembira mendengar agama baru yang dianut suaminya dan ia sendiri setuju untuk memeluk Islam.
Kemudian pria itu meninggalkan rumahnya untuk mencari pekerjaan. Dia adalah seorang kuli angkut barang yang biasa mencari nafkah dengan memikulkan barang-barang berat. Akan tetapi, saat itu tidak ada seorang pun yang membutuhkan jasanya. Ketika tengah hari datang, dia pergi ke masjid untuk shalat. Sekali lagi dia menampik segala bantuan dari teman-teman seimannya dan keluarganya. Tetapi hingga sore itu dia tetap tak dapat pekerjaan. Akhirnya malam itu di pulang ke rumah. Supaya tidak mengecewakan istri dan anak-anaknya, dia bilang bahwa dia telah memperoleh pekerjaan dari seorang majikan baik hati, tetapi majikan barunya itu telah pulang lebih dulu sampai lupa membayar upayahnya. Mereka pun melalui waktu makan malam dengan sangat sederhana, dengan mengolah kembali sedikit sisa makanan yang tersisa di rumah.
Hari kedua berlalu seperti hari pertama. Lelaki itu tidak juga berhasil menemukan pekerjaan, meski sudah berusaha maksimal. Setiap waktu shalat tiba, dia pergi ke masjid dan berdoa kepada Allah agar dikaruniai nafkah bagi keluarganya. Sore itu, saat berjalan pulang, dia memungut sedikit sisa-sisa makanan dari luar sebuah penginapan dan dibawanya pulang, sekedar untuk menghilangkan lapar anak-anaknya. Dia katakan kepada keluarganya bahwa majikannya sekali lagi lupa membayar upahnya.
Pada hari ketiga, belum juga ada pekerjaan. Pada tengah hari ia berdoa sungguh-sungguh, memohon nafkah bagi keluarganya. Ia melihat kesulitan ini sebagai ujian atas keimanannya, dan memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa selain berdoa dan mencari pekerjaan hingga kebutuhan keluarganya terpenuhi.
Sore itu, seorang pemuda tampan mendatangi rumahnya dan menyerahkan sekantong emas kepada istrinya, "Sampaikan kepada suamimu bahwa majikanku baru saja terkesan kepadanya," kata pemuda tadi. Wanita itu menjerit kaget ketika membuka kantung itu. "Alangkah baik dan pemurahnya majikan suamiku ini!" katanya. Ia belum pernah melihat sekeping koin emas pun seumur hidupnya. Kini ia memegang cukup uang untuk membiayai keluarganya seumur hidup.
Ia lalu membawa satu keping koin emas itu kepada penjual. Ketika menguji kadar emas itu, si penjual menanyakan dari mana wanita itu mendapatkannya, "Aku belum pernah melihat emas semurni ini. Tidak bisa kubayangkan dari ujung sebelah mana emas ini berasal."
Di sisi yang berbeda si pangangkut barang belum juga menemukan pekerjaan sepanjang hari itu. Dalam keadaan lelah, kelaparan, dan tertekan, dia pun melangkah pulang. Dia membayangkan betapa kecewa istri dan anak-anaknya nanti. Di perjalanan pulang dia pun berhenti dan membuat dua kantong besar dari kain, yang pertama dia isi dengan pasir dan yang satunya dengan kerikil. "Paling tidak, tetanggaku yang mendengar tentang keyakinan baruku tidak akan bergunjing tentang kepulanganku yang selama tiga hari berturut-turut ini datang dengan tangan hampa."
Setiba di rumah, dari setiap jendela ia melihat lilin menyala dan tercium aroma daging dan sayuran yang sedang dimasak. Ia menerjang pintu dan melihat istri dan anak-anaknya mengenakan pakaian terbaik. Beberapa mangkuk tanah berisi makanan menggeletak di atas tungku. Kaget dan marah, ia bertanya kepada istrinya, "Apa kau meminjam uang dari seseorang? Dari mana kau dapatkan semua makanan dan lilin ini?"
Dengan penuh gembira, sang istri bercerita bahwa utusan majikan baru yang diceritakan suaminya itu telah datang dan memberi mereka sebuah kantong berisi koin emas murni. Pria itu datang serta-merta menjatuhkan dua kantong koin bawaannya ke balik pintu, lalu memeluk keluarganya yang sedang berbahagia. Istrinya mengingatkan agar jangan melempar makanan ke lantai. Sang suami berbalik dan menemukan pasir yang dibawanya berubah menjadi tepung terigu terbaik dan batu kerikil menjadi roti yang hangat.
Sang kakak mengatakan bahwa ia akan mempelajari Islam. Adiknya memilih mundur, mengaku belum siap meninggalkan agama warisan budaya bangsanya yang merupakan agama leluhur mereka.
Lalu pergilah sang kakak ke masjid terdekat. Dia begitu terpesona melihat semua orang shalat berjamaah tanpa ada perbedaan kelas maupun kasta. Budak berdiri di sisi mereka yang kaya dan berkuasa. Kaya dan miskin berdampingan. Hati si penyembah api itu pun tergerak oleh kebenaran ayat-ayat suci yang dibacakan dan penjelasan tentang Tuhan yang disampaikan oleh guru. Ketika shalat berjamaah telah selesai, ia berdiri untuk menyatakan niatnya memeluk Islam. Para jemaah yang hadir tersentuh dan berbahagia dengan kejujurannya. Karena tampak jelas dia seorang miskin, beberapa saudara seiman yang hadir di sana menawarinya pinjaman uang dan pekerjaan. Ia menampik semua tawaran tersebut dengan mengatakan bahwa Allah selama ini yang telah menolongnya bahkan sejak dia belum memeluk Islam, dan kini saat dia telah memiliki keyakinan, tentu dia dapat melanjutkan kebergantungannya hanya kepada Allah.
Pria itu pulang ke rumah, lalu memberi tahu istrinya mengenai semua kejadian tersebut. Istrinya begitu gembira mendengar agama baru yang dianut suaminya dan ia sendiri setuju untuk memeluk Islam.
Kemudian pria itu meninggalkan rumahnya untuk mencari pekerjaan. Dia adalah seorang kuli angkut barang yang biasa mencari nafkah dengan memikulkan barang-barang berat. Akan tetapi, saat itu tidak ada seorang pun yang membutuhkan jasanya. Ketika tengah hari datang, dia pergi ke masjid untuk shalat. Sekali lagi dia menampik segala bantuan dari teman-teman seimannya dan keluarganya. Tetapi hingga sore itu dia tetap tak dapat pekerjaan. Akhirnya malam itu di pulang ke rumah. Supaya tidak mengecewakan istri dan anak-anaknya, dia bilang bahwa dia telah memperoleh pekerjaan dari seorang majikan baik hati, tetapi majikan barunya itu telah pulang lebih dulu sampai lupa membayar upayahnya. Mereka pun melalui waktu makan malam dengan sangat sederhana, dengan mengolah kembali sedikit sisa makanan yang tersisa di rumah.
Hari kedua berlalu seperti hari pertama. Lelaki itu tidak juga berhasil menemukan pekerjaan, meski sudah berusaha maksimal. Setiap waktu shalat tiba, dia pergi ke masjid dan berdoa kepada Allah agar dikaruniai nafkah bagi keluarganya. Sore itu, saat berjalan pulang, dia memungut sedikit sisa-sisa makanan dari luar sebuah penginapan dan dibawanya pulang, sekedar untuk menghilangkan lapar anak-anaknya. Dia katakan kepada keluarganya bahwa majikannya sekali lagi lupa membayar upahnya.
Pada hari ketiga, belum juga ada pekerjaan. Pada tengah hari ia berdoa sungguh-sungguh, memohon nafkah bagi keluarganya. Ia melihat kesulitan ini sebagai ujian atas keimanannya, dan memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa selain berdoa dan mencari pekerjaan hingga kebutuhan keluarganya terpenuhi.
Sore itu, seorang pemuda tampan mendatangi rumahnya dan menyerahkan sekantong emas kepada istrinya, "Sampaikan kepada suamimu bahwa majikanku baru saja terkesan kepadanya," kata pemuda tadi. Wanita itu menjerit kaget ketika membuka kantung itu. "Alangkah baik dan pemurahnya majikan suamiku ini!" katanya. Ia belum pernah melihat sekeping koin emas pun seumur hidupnya. Kini ia memegang cukup uang untuk membiayai keluarganya seumur hidup.
Ia lalu membawa satu keping koin emas itu kepada penjual. Ketika menguji kadar emas itu, si penjual menanyakan dari mana wanita itu mendapatkannya, "Aku belum pernah melihat emas semurni ini. Tidak bisa kubayangkan dari ujung sebelah mana emas ini berasal."
Di sisi yang berbeda si pangangkut barang belum juga menemukan pekerjaan sepanjang hari itu. Dalam keadaan lelah, kelaparan, dan tertekan, dia pun melangkah pulang. Dia membayangkan betapa kecewa istri dan anak-anaknya nanti. Di perjalanan pulang dia pun berhenti dan membuat dua kantong besar dari kain, yang pertama dia isi dengan pasir dan yang satunya dengan kerikil. "Paling tidak, tetanggaku yang mendengar tentang keyakinan baruku tidak akan bergunjing tentang kepulanganku yang selama tiga hari berturut-turut ini datang dengan tangan hampa."
Setiba di rumah, dari setiap jendela ia melihat lilin menyala dan tercium aroma daging dan sayuran yang sedang dimasak. Ia menerjang pintu dan melihat istri dan anak-anaknya mengenakan pakaian terbaik. Beberapa mangkuk tanah berisi makanan menggeletak di atas tungku. Kaget dan marah, ia bertanya kepada istrinya, "Apa kau meminjam uang dari seseorang? Dari mana kau dapatkan semua makanan dan lilin ini?"
Dengan penuh gembira, sang istri bercerita bahwa utusan majikan baru yang diceritakan suaminya itu telah datang dan memberi mereka sebuah kantong berisi koin emas murni. Pria itu datang serta-merta menjatuhkan dua kantong koin bawaannya ke balik pintu, lalu memeluk keluarganya yang sedang berbahagia. Istrinya mengingatkan agar jangan melempar makanan ke lantai. Sang suami berbalik dan menemukan pasir yang dibawanya berubah menjadi tepung terigu terbaik dan batu kerikil menjadi roti yang hangat.
Kebutuhannya dipenuhi oleh Allah. Kita juga dibayar dengan upah yang sangat baik, hanya saja kita jarang sekali menyadarinya dan jarang bersyukur.
- Dikutip dari buku Secawan Anggur Cinta: Ajaran-ajakan Inti Tasawuf dalam Kisah-Kisah. Syekh Muzaffer Ozan. Penerbit Zaman.
- Dikutip dari buku Secawan Anggur Cinta: Ajaran-ajakan Inti Tasawuf dalam Kisah-Kisah. Syekh Muzaffer Ozan. Penerbit Zaman.
Comments
Post a Comment